A not So Review : Aruna dan Lidahnya film ( 2018 )

Hasil gambar untuk aruna dan lidahnya review

Jujur aja, waktu pertama kali nonton trailer aruna di salah satu bumper youtube, aku langsung bergumam dalam hati, wah gilasih ini harus banget nonton ini film. Alasan utama selain film ini bertabur bintang seperti - Dian Sastro - Nicolas Saputra - Oka Antara dan Hannah al Rasyid - juga karena tau bahwa ini film disutradai oleh Edwin. 

Ekspektasi udah terlanjur tinggi gegara film komersial Edwin pertama sebelumnya, yaitu "Posesif" yang rela aku tonton dua kali in a row. Jadi yakin banget akan ada bumbu - bumbu pesan lain dari hanya sekedar cerita Aruna yang berpetualang mencari rasa demi kecintaannya pada nasi goreng buatan Si mbok. 

Plot mengalir dengan ringan dan terkesan tanpa konflik yang berarti pada awalnya. Hanya rencana Aruna yang akan bertugas di lapangan untuk investigasi wabah flu burung, dan selanjutnya menjadi ajang liburan-kulineran dadakan antara Aruna, dan sahabatnya Bono ( Nicolas Saputra ). Namun justru plot ringan ini berhasil menyampaikan pesan - pesan implisit yang dalam. Kedatangan Farish ( Oka Antara ) yang secara tiba-tiba untuk supervisi investigasi yang dilakukan Aruna menjadi kejutan awal - ditambah dengan kedatangan Nad ( Hannah Al - Rasyid ) yang diceritakan sebagai penulis genre kuliner untuk melakukan riset tentang makanan Khas Indonesia. 

Hasil gambar untuk aruna dan lidahnya review

Keempatnya lalu melakukan petualangan kuliner untuk mencoba makanan di setiap kota yang akan dikunjungi untuk Investigasi yakni Surabaya, Pamekasan ( Madura ), Singkawang dan juga Pontianak. Tidak hanya menyuguhkan angle gambar yang bikin ngiler banget, tapi juga dialog para karakter dengan kemampuan menjelaskan makanan secara detail yang dapat membuat penonton menelan ludah. Untungnya sembari nonton, kita diperbolehkan untuk memesan satu menu legendaris yaitu nasi goreng Aruna dan bisa dinikmati di dalam bioskop.

Selain bertabur bintang - dibumbui teknik pengambilan gambar yang fokus pada makanan enak khas nusantara, Aruna dan Lidahnya juga merangkum beberapa dialog khas warung kopi yang ngalor - ngidul pas seperti yang dilakukan seseorang saat sedang menikmati makanan, dari konflik Agama dan juga Science yang digambarkan seperti air dan minyak hingga filosofi di dalam sepiring makanan. Penggambaran karakter juga dijelaskan detail melalui dialog tokoh dan adegan simple. Bono yang selalu memakai baju pantai dengan warna mencolok dan pattern tropikal, digambarkan sebagai seorang chef yang ceria, mudah bergaul dan juga santai, sangat berbeda dengan kemeja Farish berwarna monokrom yang seirama dengan karakter kaku dan patriarki nya. Aruna digambarkan memiliki pemikiran konservatif melalui dialog dengan Nad tentang kontrasepsi dan perselingkuhan. Sedangkan Nad yang lebih memilih kehidupan penuh tantangan dengan bersedia menjadi orang ketiga pada hubungan asmaranya. 

"Play safe ya", celotehan Nad dengan nada bercanda saat menghantarkan Aruna pindah mobil dengan Farish juga menggiring opini penonton tentang budaya pergaulan ala ibukota. Searah dengan percakapan Aruna dan Nad melalui dialog, "Dua hal yang harus gue bawa kemana-mana run, Pembalut sama kondom". Metafora patriarki juga muncul dalam adegan copot - pasang sabuk pengaman di dalam mobil saat Aruna dan Farish berbeda pendapat. 

Perspektif baru diberikan Edwin dalam sindiran mengenai kasus korupsi lingkup kerja, percintaan yang berbeda usia antara Farish dan Priya, dan bersedia menjadi orang ketiga dalam hubungan asmara. Secara keseluruhan filmnya menghangatkan hati, sederhana tapi dalam. banyak hal yang dituturkan lebih dari perjalanan kuliner. Romantisme komedi yang lebih mature juga membuat hal - hal yang sebenernya cheesy berubah jadi awwww so sweet. Benar- benar menggambarkan asmara usia tigapuluhan. 

Gambar terkait

Kalo ditanya mau gak nonton Aruna lagi? jawabannya definitely yes.  

NDSD

Tidak ada komentar:

Posting Komentar