untuk itu-

kali ini, aku tahu bahwa sesuatu memaksaku untuk menerima. menerima saja. entah apa itu, perpanjangan tangan Tuhan, atau persekongkolan seisi alam.
semuanya aneh, biji sawi hitam yang kutanam diam-diam di halaman belakang, ternyata mulai tumbuh semakin berdaun, semakin berkerumun, saat kutau itu terbaca oleh tetangga sebelah rumahku, aku coba memangkasnya, aku coba mengambilnya, untuk apapun. meskipun aku tau aku tidak terlalu memerlukan sawi untuk sayur atau bahkan hanya untuk pakan kelinci kecil-- peliharaan kami sejak dua tahun lalu.

aku tak ingin makan sawi, aku juga tak terlalu suka sayuran, apalagi sawi. tapi menanam biji sawi yang tidak sengaja itu, melihatnya tumbuh secara tiba-tiba membuatku ingin menjaganya. kontradiktif memang, seketika aku memangkas, menginjak atau membuatnya seolah tidak ada hanya untuk membuat tetangga sebelah yakin bahwa dibelakang halaman rumahku tidak ada kebun sawi dadakan yang tak sengaja kubuat.

baru kali ini. kabur, seperti saat kacamataku pecah dua minggu lalu. semuanya terlihat kabur, tapi aku menikmatinya. alih-alih memang sengaja tak berkacamata hanya untuk membuat keadaan terlihat seperti tak biasa.

ah, sudahlah. jangan pusingkan sawi atau semacamnya.

segala sesuatu apabila ditenagai Tuhan, pasti alam akan mengizinkan. sebaliknya bila kita berusaha keras, namun tidak dimampukan oleh Tuhan maka semuanya akan sia-sia.

aku tidak tahu, Tuhan memampukanku untuk menyembunyikan kebun sawi ini atau tidak.

yang aku tau aku ingin kebun sawi ku semakin lebat, sampai-sampai dia bisa menelanku diantaranya.
hanya itu, tapi tanpa seorangpun tahu bahwa ia terletak di halaman belakang rumahku.
aku ingin kebun sawi itu untuk siapa saja, dimanfaatkan tetangga atau orang yang tak sengaja menemukannya.

karena semakin lebat jajaran sawi di kebun belakang rumahku itu, meskipun aku yang menanamnya--meskipun ia berada di kebun belakang rumahku--aku tak sanggup memilikinya sendiri.

terlalu berharga untuk kumiliki sendiri.

NDSD

Tidak ada komentar:

Posting Komentar